Recent Posts

Jumat, 04 November 2016

Cerita untuk kawan

Ngantukkan, hafal Qur'an

Omong-omong tentang proses menghafalkan Al-Qur’an selalu menarik perhatian banyak kalangan, terutama mereka yang ingin menjadi seorang penghafal Al-Qur’an. Kebanyakan dari mereka ingin mendengar pengalaman lain demi mengambil pelajaran dari orang yang telah sukses dalam menghafal untuk kemudian diterapkan dalam proses mereka pribadi menghafalkan Al-Qur’an. Saya sendiri seringkali ditanya seputar
hal-hal yang berhubungan dengan proses menghafal Al-Qur’an mulai dari bagaimana membagi waktu hingga tips-tips rahasia menghafal, dari kebanggaan hingga ujian dalam menghafal, dan topik-topik lain semacamnya. Tulisan ini pun sejatinya terangkai sebagai pemenuhan atas permintaan rekan saya yang menginginkan saya untuk menulis kisah perjuangan saya menghafalkan Al-Qur’an.
Sampai sekarang terkadang saya sendiri masih terheran-heran tentang bagaimana bisa saya menyelesaikan hafalan hingga 30 juz ini. Sejujurnya saya dulu menghafalkan Al-Qur’an bukan karena keinginan saya sendiri melainkan hanya karena mengikuti arus lingkungan. Itulah kenapa saya sering mengatakan bahwa saya menghafalkan Al-Qur’an dalam keadaan tidak sadar. Namun meskipun begitu, ini tidak berarti bahwa tidak ada perjuangan yang saya berikan dalam menyelesaikannya. Tentu saja ada banyak hal yang harus saya berikan dalam menyelesaikan proses panjang itu. Baiklah, saya akan mulai menceritakan sedikit tentang detailnya........
Menghafalkan Al-Qur’an bagi saya seperti memberikan rumah bagi Al-Qur’an dalam diri kita, bukan untuk kepentingan Al-Qur’an, melainkan untuk kepentingan kita sendiri. Dalam hal ini saya selalu mengingat satu hal yang dengan tak pernah lelah diucapkan setiap saat oleh pembimbing saya. Beliau selalu berkata “Al-Qur’an itu adalah barang suci, sebagaimana barang suci ia tak akan pernah mau diberikan tempat yang tidak suci. Tempat Al-Qur’an adalah di dalam hati, maka dari itu jagalah hatimu agar tetap suci”. Pesan inilah yang selalu saya ingat bahkan hingga saat ini, dan memang benar semua yang dikatakan oleh guru saya ini. Bersihnya hati sangatlah penting dalam proses menghafalkan Al-Qur’an dan menjaganya. Bukan saya berusaha mengklaim bahwa karena saya berhati bersihlah saya berhasil menghafalkan Al-Qur’an, melainkan pentingnya berusaha untuk selalu menjaga hati kita bagaimanapun caranya itu, meski memang sifat dasar manusia adalah untuk berbuat kesalahan.
Contoh sederhana dalam hal ini adalah permasalahan yang seringkali dihadapi oleh anak muda, yakni hubungan dengan lawan jenis. Sebagai seorang remaja, wajarlah kiranya untuk memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Tentu tidak ada kesalahan jika kita pun juga merasakan ketertarikan itu, namun yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana kita menyikapi perasaan tersebut. Dulu ketika masih marak teman-teman saya naksir-naksiran dan pacaran dengan teman lelaki, saya berusaha untuk tak ikut-ikutan dengan mereka. Bukan saya sok suci atau apa, tapi satu pesan guru kami itu lah yang selalu membekas dalam hati. Hingga saya akhirnya menyelesaikan hafalan, saya masih terhitung sukses dalam menjaga pergaulan dengan teman lelaki.
Namun keteguhan hati saya pun suatu kali pernah goyah. Suatu kali ketika saya sudah menyelesaikan proses menghafal dan tidak lagi menetap di pesantren melainkan tinggal di ma’had kampus, saya dihadapkan pada sebuah keadaan yang membuat diri saya berubah jauh. Sejak awal menjadi mahasiswa, saya pernah tertarik kepada salah seorang teman laki-laki yang juga akrab dengan saya. Di awal-awal masa perkuliahan saya memang tak pernah menggubris perasaan saya itu dan hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Masing-masing dari kami saling menjaga satu sama lain sebagai sesama teman. Namun suatu kali, entah apa yang terjadi yang mempengaruhi kami berdua, dia menyatakan perasaannya kepada saya yang selama ini dia sembunyikan. Saya yang juga selama ini berusaha tak menggubris perasaan saya, akhirnya tergoda untuk memberikan respon sebagaimana yang dia inginkan. Singkat cerita, kami berhubungan semakin dekat. Selama berhubungan dekat itu, kami selalu berusaha untuk tidak melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh teman kami yang sedang berpacaran. Kami hanya berhubungan melalui telepon karena kami menganggap itu adalah cara yang paling aman dan tidak akan memberikan dampak buruk kepada Al-Qur’an saya.
Beberapa bulan berjalan, saya mulai merasa ada yang hilang dalam diri saya. Seringkali saya merasa tidak tenang, seolah saya telah melakukan kesalahan besar yang selalu menghantui saya, yang kemudian saya tahu bahwa perasaan itu ada karena hubungan dekat saya dengan teman lelaki itu menyebabkan keberadaan Al-Qur’an tergusur porsinya dalam diri saya. Saat itu saya masih ngotot mengatakan kepada diri sendiri bahwa semuanya dapat diperbaiki tanpa mengakhiri hubungan dengan teman lelaki saya itu. Semua itu terjadi entah karena saya yang tak bisa mengakhiri hubungan dengannya atau saya tak kuasa untuk mengatakan padanya bahwa saya ingin mengakhiri. Entahlah. Saya tak berani mengambil keputusan apapun saat itu, yang berimbas pada keadaan Al-Qur’an saya yang semakin lama semakin tak terurus. Hingga suatu saat satu masalah terjadi yang akhirnya hubungan saya dengan teman lelaki itu selesai seketika itu juga.
Baru setelah hubungan kami berakhir itulah saya menyadari betapa Al-Qur’an saya yang dulu saya kira hanya “sedikit bermasalah” ternyata sudah berantakan hingga hampir berada pada tahap “hancur”. Saat itu saya merasakan penyesalan yang teramat sangat dan malu tiada tara terhadap diri saya sendiri atas tingkah saya yang begitu naif dalam memandang dampak hubungan dengan teman lelaki itu terhadap Al-Qur’an yang sebelumnya telah dengan susah payah saya perjuangkan. Setelah berakhirnya hubungan itu, saya berusaha kembali mendekatkan diri kepada Al-Qur’an yang selama beberapa waktu sebelumnya telah begitu saja saya acuhkan. Dan Alhamdulillah, dengan izin Allah Al-Qur’an saya sedikit demi sedikit menjadi lebih baik dan selamat dari level “hancur” yang sudah di depan mata. Sejak saat itu saya bertekad untuk tak lagi melakukan kebodohan fatal yang pernah saya lakukan sebelumnya.
Selain menjaga hati tetap bersih ada beberapa hal yang juga menurut saya memiliki dampak signifikan terhadap proses menghafal dan menjaga Al-Qur’an. Bebrapa di antara hal-hal tersebut adalah istiqomah, manut, dan tekun. Saya diantara teman-teman seperjuangan di pesantren dulu tidak termasuk santri yang cepat dalam proses menghafal. Saya dulu bahkan sering tertinggal di antara yang lain. Ketika semua teman saya sudah hafal hingga akhir juz 4, saya bahkan belum selesai meghafalkan perempat ketiga dari juz 2. Karena hal ini, saya seringkali diejek dengan sebutan ulat, lelet, atau semacamnya. Salah satu kelemahan saya yang tidak dimiliki teman yang lain adalah saya mudah sekali tertidur di waktu kegiatan pesantren, mengaji, atau bahkan saat sholat. Kelemahan ini lah yang akhirnya membuat saya tak pernah absen dari sesi “hukuman” setiap harinya dan mendapat gelar cantik yaitu “Ngantukan” sebagai embel-embel di belakang nama saya dari selama saya nyantri, sampai kini saya sudah menjadi mahasiswa.
Bagaimanapun saya berusaha untuk tidak mengeluh atas apapun yang terjadi kepada saya, dan selalu manut terhadap apapun yang diperintahkan oleh pembimbing saya. Banyaknya kelemahan saya itu akhirnya berusaha saya tutupi dengan selalu serius di setiap waktu mengaji saya. Sesedikit apapun yang saya dapat dalam satu waktu ngaji, saya selalu berusaha untuk melakukannya dengan sepenuh hati dan pikiran. Sehingga berapapun sedikitnya yang saya deres saat itu, akan melekat dan membuat saya selalu mengingat proses berharga itu. Hal ini memudahkan saya dalam hal melancarkan hafalan dan dalam hal efektifitas waktu. Setiap kali mengaji saya berusaha sebisa mungkin untuk selalu mengingat kesalahan-kesalahan, persamaan bacaan, dan letak bacaan dengan tujuan menghindari kesalahan serupa terjadi ketika saya membaca bagian tersebut di lain waktu.
Selama masa menghafal, saya tak pernah malu untuk membawa Al-Qur’an ke sekolah. Sekolah saya saat itu bukanlah sekolah yang berada di bawah naungan pesantren, namun sekolah negeri biasa yang mana siswa berkerudung disana jumlahnya tak habis dalam hitungan jari, dan banyak yang bahkan beragama selain Islam. Tujuan saya membawa Al-Qur’an ke sekolah, selain karena perintah dari pembimbing, adalah agar saya dapat mengisi sedikit waktu luang selama di sekolah untuk nderes hafalan saya. Perintah semacam ini diberikan pembimbing kepada saya dan semua teman yang sama tengah menghafalkan seperti saya. Namun, tak banyak diantara mereka yang mengabaikan perintah tersebut dan menganggapnya hanya sebagai angin lalu lantaran mereka merasa malu. Namun saya tak pernah malu untuk mengaji di sekolah.
Semua hal ini terbukti benar terhadap hasil yang telah saya capai. Saya yang dulu selalu menjadi kuda hitam di antara teman-teman saya, pada akhirnya berhasil melampaui mereka. Pada akhirnya dengan izin Allah, saya dapat menjawab ejekan teman-teman saya dengan satu prestasi yang saya sendiri tak pernah menyangka sebelumnya. Saya berhasil menyelesaikan hafalan saya di saat teman saya yang dulu selalu berada di atas saya masih dalam proses panjangnya. Alhamdulillah, meskipun harus dengan perjuangan yang berlipat-lipat, saya berhasil membuktikan bahwa saya bukanlah “ulat” yang walaupun gelar “Ngantukan” itu masih abadi bertengger sekan stempel alam di kening saya. Tapi satu hal yang pasti, tak ada hasil yang mengkhianati prosesnya. Menghafal Al-Qur’an adalah suatu hal yang sangat mulia. Sekali kita berniat teguh dan terus berusaha maka akan selalu ada jalan untuk menyelesaikan. Bahkan saya yang dulu tak berniat pun akhirnya dapat mencintai kini di akhirnya. Jadi jangan pernah berputus asa selama proses panjang menghafal Al-Qur’an. Selama kita tak bosan mencoba, maka kita akan menemukan penyelesaiannya. Begitu juga dalam hal ini, selama kita tak bosan mengaji, maka pada akhirnya kita akan dapat menuntaskan perjuangan dan akan berbuah manis. InsyaAllah. Teruslah bercinta dengan Al-Qur’an, maka akan selalu kau rasakan kenikmatan tiada henti. J

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html